Jika Tumpeng adalah doa yang menjulang ke langit, Rendang adalah sebuah ensiklopedia filosofi yang dimasak berjam-jam hingga mengering, siap untuk menaklukkan dunia.
Diakui berkali-kali sebagai makanan terlezat di dunia (fakta voting CNN), Rendang bukanlah hidangan yang diciptakan untuk pesta sesaat. Ia diciptakan untuk bertahan, untuk merantau, dan untuk mengajar. Kisahnya adalah inti dari jiwa masyarakat Minangkabau.
Bab 1: Lahir dari Kebutuhan – Pusaka Para Perantau
Kisah Rendang dimulai dari tradisi merantau (bermigrasi) orang Minangkabau, Sumatera Barat. Sejak ratusan tahun lalu, pemuda Minang didorong untuk pergi dari kampung halaman, mencari ilmu, dan berniaga.
Mereka butuh bekal. Mereka butuh makanan yang bisa bertahan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, dalam perjalanan laut dan darat yang berat.
-
Fakta (Ilmu Pengawetan Kuno): Rendang adalah puncak dari ilmu pengawetan alami.
-
Santan (Kelapa): Dimasak berjam-jam hingga mengeluarkan minyak (proses blondo atau dedak). Minyak kelapa alami ini membungkus daging, melindunginya dari bakteri.
-
Rempah-Rempah (Bumbu): Bawang, jahe, lengkuas, kunyit, dan cabai (lado) bukan hanya pemberi rasa. Mereka semua memiliki sifat anti-mikroba dan anti-bakteri alami.
-
Rendang yang dimasak hingga benar-benar kering (Rendang asli, bukan Kalio) adalah “daging yang diawetkan” secara sempurna. Inilah bekal favorit, pusaka bagi para perantau.
Bab 2: Makanan Istana dan Jejak Perdagangan
Meskipun lahir dari kebutuhan praktis, Rendang juga memiliki status agung. Di masa Kerajaan Pagaruyung, Rendang adalah hidangan istimewa yang disajikan dalam upacara adat penting, seperti batagak gala (penobatan penghulu/datuk) atau pesta pernikahan.
-
Jejak Sejarah (Perdagangan): Resep Rendang adalah cerminan sejarah. Wilayah Minangkabau adalah penghasil rempah. Namun, resepnya juga menunjukkan jejak perdagangan kuno. Penggunaan santan kental dan rempah yang kaya (seperti kapulaga, cengkeh, dll di beberapa resep) menunjukkan adanya pengaruh dari India dan Timur Tengah (mirip konsep kari atau korma), yang kemudian di-evolusi-kan oleh orang Minang menjadi sesuatu yang sama sekali baru.
Bab 3: Filosofi Inti – “Tiga Tungku Sajarangan”
Inilah bagian terpenting. Rendang bukan sekadar daging dan bumbu. Bagi orang Minang, Rendang adalah Falsafah Musyawarah.
Proses memasak Rendang adalah simbol dari tiga pilar utama dalam masyarakat Minangkabau:
-
Dagiang (Daging Sapi): Melambangkan Niniak Mamak (para pemuka adat, para pemimpin suku). Mereka adalah “isi” atau substansi dari masyarakat.
-
Karamia (Santan Kelapa): Melambangkan Cadiak Pandai (kaum intelektual, guru, penulis, seniman). Merekalah yang memberi “rasa gurih”, pemikiran, dan ilmu yang menyatukan masyarakat (seperti santan yang menyatukan semua bumbu).
-
Lado (Cabai dan Rempah): Melambangkan Alim Ulama (para pemuka agama). Mereka memberi “rasa pedas” (ketegasan) dan ajaran syara’ (hukum agama) yang menjaga moral dan memberi arahan hidup.
Proses memasak Rendang yang lama, yang harus terus menerus diaduk (musyawarah), adalah simbol bahwa ketiga elemen (Adat, Intelektual, Agama) harus terus “dimasak” bersama dengan kesabaran, hingga mencapai mufakat (konsensus) dan menjadi satu kesatuan yang sempurna—yaitu Rendang.
Bab 4: Fakta Tiga Tahap – Gulai, Kalio, Rendang
Banyak yang keliru tentang Rendang. “Rendang” yang sering kita makan di luar Sumatera Barat (yang masih basah dan coklat muda) secara teknis bukanlah Rendang.
Rendang adalah evolusi dari tiga tahap memasak:
-
Tahap 1: GULAI (Basah) Saat daging baru dimasukkan ke santan berbumbu yang masih cair dan berwarna kuning cerah. Ini adalah Gulai Daging.
-
Tahap 2: KALIO (Setengah Kering) Setelah dimasak 1-2 jam, santan mengental, mengeluarkan minyak, dan berubah warna menjadi coklat muda. Ini disebut Kalio (rendang basah). Rasanya kaya, tapi belum awet.
-
Tahap 3: RENDANG (Kering) Setelah dimasak 6-8 jam. Semua cairan menguap. Santan telah menjadi dedak (serpihan bumbu kelapa yang karamel) dan minyak. Daging menjadi coklat gelap, nyaris hitam, dan kering. Inilah Rendang sejati, sang pusaka perantau yang awet berbulan-bulan.
Bab 5: Makanan Favorit Siapa?
-
Makanan Favorit Perantau: Karena keawetannya.
-
Makanan Favorit Upacara Adat: Karena statusnya sebagai simbol kemakmuran dan filosofi.
-
Makanan Favorit Global: Menjadi makanan favorit kolektif dunia. Ia adalah “Raja” di setiap Rumah Makan Padang (juga disebut Ampera). Sebuah rumah makan Padang akan dinilai kualitasnya dari seberapa hebat Rendang buatan mereka.
Penutup: Mahakarya Kesabaran
Kisah Rendang adalah kisah tentang kesabaran. Ia tidak bisa dibuat dengan terburu-buru. Ia adalah bukti bahwa untuk menciptakan sesuatu yang agung, yang diakui dunia, dan yang mampu bertahan melintasi waktu, dibutuhkan proses musyawarah (pengadukan) yang panjang, perpaduan elemen yang tepat (filosofi bumbu), dan ketekunan yang luar biasa.