Di antara lautan soto yang bening dan gulai yang kemerahan, ada satu hidangan yang tampil menantang: kuah hitam legam yang pekat, berminyak, dan beraroma gila. Itulah Rawon.

Ia bukan sekadar sup. Rawon adalah sebuah kapsul waktu, sebuah hidangan yang resepnya berusia lebih dari seribu tahun, lahir dari perpaduan ilmu pengetahuan kuno dan kemewahan istana.

Bab 1: Mitos dan Fakta – Rahasia ‘Buah Kematian’

Kunci dari Rawon adalah warnanya. Dan warna itu berasal dari satu bahan magis: Kluwek (atau Pangi).

Inilah “plot twist” terbesarnya. Biji kluwek mentah adalah racun mematikan. Ia mengandung asam sianida (ya, racun sianida) yang bisa membunuh manusia.

  • Fakta (Ilmu Kuno): Bagaimana leluhur kita mengubah buah beracun ini menjadi bumbu terlezat? Di sinilah letak kejeniusan kuno. Mereka menemukan bahwa jika biji kluwek ini direbus, lalu ditanam atau diperam dalam abu dan tanah selama berhari-hari (proses fermentasi), racunnya akan hilang.

  • Mitos: Mitosnya, penemuan ini adalah sebuah “kecelakaan” yang diberkati, atau sebuah petunjuk dari para dewa. Seseorang mungkin melihat biji kluwek yang jatuh dan terfermentasi alami, lalu (dengan sangat berani) mencobanya.

Hasilnya? Racun itu berubah menjadi bumbu dengan rasa earthy yang paling dalam, gurih (umami), sedikit pahit, dan aroma yang tak ada duanya, sekaligus berfungsi sebagai pengawet alami dan pewarna hitam pekat.

Bab 2: Jejak Sejarah – Makanan Raja-Raja Mataram Kuno

Kisah Rawon bukanlah kisah dapur rakyat jelata. Ini adalah hidangan yang sangat tua, bahkan mungkin lebih tua dari Kerajaan Majapahit.

  • Fakta (Prasasti): Nama “Rawon” tercatat dalam sejarah tertulis. Ia ditemukan dalam sebuah Prasasti Taji (bertahun 901 Masehi) dari era Kerajaan Mataram Kuno (Medang) di Jawa Timur.

  • Makanan Kerajaan: Dalam prasasti itu, Rawon (ditulis sebagai Rarawwan) adalah salah satu dari sekian banyak hidangan yang disajikan dalam sebuah upacara penetapan sima (tanah bebas pajak) dan perayaan agung kerajaan.

Ini adalah fakta yang menggemparkan: Seribu seratus tahun yang lalu, para Raja dan Bangsawan Mataram Kuno di Jawa Timur telah menyantap Rawon. Ia adalah hidangan mewah, disajikan dengan daging kerbau atau sapi, dalam perjamuan-perjamuan penting.

Bab 3: Filosofi di Balik Warna Hitam Legam

Dalam budaya Jawa, warna hitam (ireng) bukanlah simbol keburukan atau duka. Justru sebaliknya.

  1. Filosofi Kawicaksanaan (Kebijaksanaan): Hitam adalah simbol dari kawicaksanaan, keluhuran, dan kemantapan. Warna hitam pekat Rawon melambangkan kedalaman ilmu dan ketenangan.

  2. Filosofi Kluwek: Proses transformasi kluwek—dari racun mematikan menjadi sumber kehidupan (bumbu)—adalah filosofi Jawa yang sempurna. Ia melambangkan laku prihatin (proses tirakat/penderitaan) yang harus dijalani untuk mencapai kemuliaan atau hasil yang sempurna.

  3. Filosofi Rasa: Rasa Rawon yang earthy (terasa seperti tanah/bumi) adalah simbol kesuburan dan pengingat akan Tanah Jawi (Tanah Jawa) itu sendiri.

Bab 4: Makanan Favorit Siapa? Evolusi Sang Legenda

Dari meja perjamuan raja kuno, Rawon “turun” dan menyebar ke seluruh Jawa Timur, menjadi identitas kuliner provinsi tersebut.

  • Favorit Rakyat Jawa Timur: Ia adalah makanan favorit kolektif. Setiap kota punya versinya, namun jantungnya ada di Surabaya, Pasuruan, dan Probolinggo.

  • Evolusi (Fakta Modern): Rawon melahirkan legenda-legenda baru:

    • Rawon Setan (Surabaya): Bukan karena dibuat oleh setan. Nama ini lahir karena warung Rawon ini (di Jalan Embong Malang) hanya buka tengah malam hingga dini hari, saat “setan” dipercaya berkeliaran. Ia juga terkenal pedas gila.

    • Rawon Nguling (Probolinggo): Sebuah rest area legendaris di jalur Pantura yang menjadikan Rawon sebagai menu wajib para musafir dan pelintas batas.

Rawon disajikan dengan “pasukan” wajibnya: tauge pendek (kecambah), telur asin (untuk memotong rasa gurih), sambal terasi, dan kerupuk udang.

Penutup: Kapsul Waktu Seribu Tahun

Kisah Rawon adalah kisah tentang peradaban. Ia adalah bukti kecerdasan nenek moyang kita dalam menaklukkan alam (mengubah racun menjadi bumbu). Ia adalah pusaka kerajaan yang selamat melintasi seribu tahun.

Saat Anda menyantap semangkuk Rawon yang hitam pekat, Anda tidak sedang makan sup biasa. Anda sedang secara harfiah mencicipi hidangan yang sama yang pernah dinikmati oleh para raja Jawa kuno, lebih dari seribu seratus tahun yang lalu.